Badminton

Selasa, 20 Agustus 2013
    
     Hadeeh, cape juga ni badan pararegel (pegel-pegel). Udah hampir tiga bulan gak maen badminton (bulutangkis), sekalinya maen, berasa pisan (banget) pegelnyah. Emang sih, kalo lagi maen mah gak berasa, tapi seudahnya asa garijed (berasa kaku) badan teh. Udah biasa itumah, kalo kita lama ga digerakin badanyah, pastilah sekalinya digerakin semua otot hareuras (berasa keras).
     Tadi maen sampe empat set, abisnyah kangen, lama gak maen, namanya juga hobi, kalo udah asyik maen, lupa deh sama kondisi badan, malah maunya maen lagi, tapi waktunya dah abis, temen-temen juga udah pada kecapean.
     Akang mah gak ada lagi olahraga selain badminton, da maen bolamah kudu lulumpatan (berlari) ngejar bola, mana lapangnya luas lagih. Futsal yang lagi populer sekarang juga, akangmah ga begitu berminat, paling jadi suporter aja. Maen golf teu ngarti (gak ngerti). Pokoknya badminton we yang akang suka mah.
     Ngomong-ngomong badminton, ternyata nenek moyangnya dari permainan Tionghoa loh, namanya jianzi, tapi waktu itu gak pake raket kaya sekarang tapi pake kaki. Tujuan permaenanmah sama, pokoknya kok ga boleh jatuh ke tanah.
     Di Inggris sejak zaman pertengahan permainan anak-anak yang disebut Battledores dan Shuttlecocks sangat populer. Anak-anak pada waktu itu biasanya akan memakai dayung/tongkat (Battledores) dan bersiasat bersama untuk menjaga kok tetap di udara dan mencegahnya dari menyentuh tanah. Ini cukup populer untuk menjadi nuansa harian di jalan-jalan London pada tahun 1854 ketika majalah Punch mempublikasikan kartun untuk ini.
     Penduduk Inggris membawa permainan ini ke Jepang, Republik Rakyat Cina, dan Siam (sekarang Thailand) selagi mereka mengolonisasi Asia. Ini kemudian dengan segera menjadi permainan anak-anak di wilayah setempat mereka.
     Olah raga kompetitif bulu tangkis diciptakan oleh petugas Tentara Britania di Pune, India pada abad ke-19 saat mereka menambahkan jaring dan memainkannya secara bersaingan. Oleh sebab kota Pune dikenal sebelumnya sebagai Poona, permainan tersebut juga dikenali sebagai Poona pada masa itu.
    
     Para tentara membawa permainan itu kembali ke Inggris pada 1850-an. Olah raga ini mendapatkan namanya yang sekarang pada 1860 dalam sebuah pamflet oleh Issac Spratt, seorang penyalur mainan Inggris, berjudul "Badminton Battledore - a new game" ("Battledore bulu tangkis - sebuah permainan baru"). Ini melukiskan permainan tersebut dimainkan di Gedung Badminton (Badminton House), estat Duke of Beaufort's di Gloucestershire, Inggris.
     Rencengan peraturan yang pertama ditulis oleh Klub Badminton Bath pada 1877. Asosiasi bulutangkis Inggris dibentuk pada 1893 dan kejuaraan internasional pertamanya berunjuk-gigi pertama kali pada 1899 dengan Kejuaraan All England. (sumber; Wikipedia).
     Bulu tangkis menjadi sebuah olah raga populer di dunia, terutama di wilayah Asia Timur dan Tenggara, yang saat ini mendominasi olah raga ini, dan di negara-negara Skandinavia.
      Jangan salah loh, Indonesia merupakan salah satu negara yang disegani dalam urusan badminton. Atlit-atlit badminton kita mah udah banyak yang bikin harum nama Indonesia. Ni akang kasih tau orang-orangnya ;

     Rudy Hartono Kurniawan, hingga saat ini rekor 8 kali juara All England, 7 diantaranya direbut secara berturut turut belum bisa terpecahkan. Di luar All England, hampir semua gelar pernah diraihnya termasuk Thomas Cup dan World Cup yang terakhir dilakoninya pada 1980. Rudy juga pernah menerima Tanda Kehormatan Republik Indonesia Bintang Jasa Utama. Rudy juga pernah satu kali membintangi film layar lebar berjudul “Matinya Seorang Bidadari” pada tahun 1971.

Liem Swie King, merupakan generasi emas kedua di tunggal putra. King dianggap penerus kejayaan yang ditinggal Rudy Hartono. Tiga kali gelar All England dan empat runner-up dirasakan pebulutangkis kelahiran Kudus, 28 Februari 1956 ini. Gaya smash yang dilakukannya sambil melompat menjadi cirikhasnya hingga melahirkan julukan King Smash. Semerti halnya Rudy Hartono, Liem Swie King pun pernah bermain film layer lebar berjudul “Sakura dalam Pelukan”. Bahkan jejak langkahnya difilmkan dengan judul “King”.


Alan Budikusuma, permainannya tidak segemilang Rudy Hartono maupun Liem Swie King. Namun prestasi yang telah mengharumkan nama Indonesia untuk pertamakalinya di ajang Olimpiade Barcelona 1992 membuat Alan masuk daftar pebulutangkis terbaik di negeri ini. Alan belum pernah merasakan juara All England  maupun Thomas Cup. Namun dengan emas Olimpiade, Alan dianugrahi Tanda Kehormatan Republik Indonesia Bintang Jasa Utama seperti Rudy Hartono.

 
Haryanto Arbi, pebulutangkis Indonesia yang juga memiliki gelar lengkap. Dua kali gelar All England bisa diraihnya pada 1993, 1994. Juara Thomas Cup pernah dirasakan sebanyak 4 kali (1994, 1996, 1998, 2000), Juara Dunia 1994, 1995 dan beberapa open turnamen lainnya. Yang lebih fenomenal, Haryanto Arbi merupakan penerus Liem Swie King dalam hal jumping smash. Bahkan Haryanto Arbi dijuluki “Smash 100 watt”  karena kecepatannya.


Taufik Hidayat, setelah era Haryanto Arbi usai, tak ada pebulutangkis tunggal putra Indonesia yang bisa unjuk gigi. Hingga akhirnya datang nama Taufik Hidayat. Pebulutangkis kelahiran 10 Agustus 1981 ini mampu mengembalikan prestasi bulutangkis Indonesia. Merebut emas Olimpiade Athena 2004, gelar juara dunia juga pernah dirasakannya pada tahun 2004. dan Enam kali juara Indonesia Open. Sayangnya hingga kini Taufik belum mampu merebut gelar All England.

 (sumber; FB:Mendukung atlit bulutangkis Indonesia di Thomas dan Uber Cup)

     Nah segitunya para atlit badminton kita mah, hebat-hebat kan? bikin negara-negara lain gak memandang sebelah mata sama atlit kita. Semoga badminton tetap akan selalu membawa harum nama Indonesia dimata dunia. Siapa atuh yang gak bangga punya negara yang diperhitungkan dimata dunia, pastilah semua juga bangga, bener gak?
     Tapi akang teh jadi heran, kenapa sekarang-sekarang mah atlit badminton teh banyak yang hijrah ke luar negeri yah? hmmm....ada apa kira-kira? semoga saja bukan karena uang atau bayaranya yang rendah atau bagi-bagi hadiahnya yang kebanyakan, sampe-sampe si atlit kebagian sedikit.
ahhhh... gak tau juga deh... pokoknya terus maju badminton Indonesia !!!

0 komentar:

Posting Komentar